BANDUNG – Santri Ponpes Darul Ma’arif Kab Bandung menggelar deklarasi mendukung politik santun, demi kemajuan bangsa dan negara, juga menyerukan melawan hoax.
“Kami mendukung politik santun, demi kemajuan bangsa dan negara, siap memerangi dan melawan hoax. Setia pada Pancasila, UUD 45 dan Bhinneka Tunggal Ika,” demikian seruan isi deklarasi santri Ponpes Darul Ma’arif Kab Bandung.
Hal itu mengemuka dalam seminar politik ala santri dengan mengangkat tema “*Santri Mendukung Politik Santun Demi Kemajuan Bangsa dan Negara*” pada tanggal 28 Maret 2019, di Ponpes Darul Maarif, Kab. Bandung, Jawa Barat.
KH. Nu’man Abd. Hakim yang didapuk sebagai keynote speaker mengatakan bahwa peran santri sangat kental didalam sejarah kemerdekaan Republik Indonesia. Didalam BPUPKI bahkan terdapat salah satu santri yakni Wahid Hasyim. Hal itu bukti bahwa peran santri sudah muncul bahkan sebelum bangsa ini merdeka.
“Kebijakan pemerintah menetapkan Hari Santri Nasional merupakan langkah pemerintah dalam menghargai Santri,” ungkap Kyai Nu’man.
Untuk itu, dia berpesan agar peran santri dalam menjaga kemajuan bangsa dan negara. Banyak berita-berita hoax yang beredar di masyarakat sehingga memunculkan polemik dan meningkatkan gesekan antar umat.
“Disinilah peran santri untuk mencegah berita kebohongan merusak tatanan demokrasi Indonesia,” ucapnya.
Sementara itu, KH. Fathurrahman, Lc. M.Ag selaku Wakil Katib PWNU Jawa Barat, mengingatkan melalui pemilu ini, perlu menjadi perhatian bagi seluruh masyarakat, terutama bagi santri. Jika mampu menggunakan hak pilih dan memberikan amanat kepada orang yang yakini, maka dia berharap arah negara ini akan dibawa kearah yang maju. Ditambah lagi, MUI sudah mengeluarkan fatwa haram bagi suara golput.
“Untuk itu mari kita buat Pemilu ini gembira, sebab ini merupakan bentuk pesta rakyat,” jelasnya.
Didalam pemilu ini, tambah dia, semua orang yang memiliki hak pilih, memiliki derajat yang sama. Semua memiliki hak satu suara untuk membawa kemajuan bagi bangsa. Jika dalam pandangan politik, tidak boleh membeda-bedakan pilihan pribadi.
“Para santri harus memahami tasawuf, yakni tidak mempertegas perbedaan yang ada. Santri harus toleran, selalu santun dalam menyampaikan pandangan, dan wajib mendukung pemerintah yang sah. Santri tidak boleh menggunakan istilah-istilah kafir, thogut, berhala, fitnah, dan lainnya, dalam memandang perbedaan politik,” paparnya.
“Santri harus menjadi sosok yang mampu mengarahkan arah bangsa. Tidak hanya dijadikan objek politik sebagai dukungan terhadap salah satu peserta pemilu. Mari wujudkan kejayaan santri, yang mampu memberikan peran bagi bangsa,” kata ulama NU ini.
Ditempat yang sama, Ketua GP. Ansor Kota Bandung, Aa Abdul Rozak, menjelaskan saat ini terjadi paradoks yang antara politik dengan peran santri. Di satu sisi, kata dia, ada kelompok yang ingin menyingkirkan peran santri dalam politik, namun ada juga ada kelompok yang berbondong-bondong mendekatkan diri dan mendeklarasikan diri dengan para santri.
“Peran para santri dalam perpolitikan Indonesia juga tercatat didalam sejarah. Banyak organisasi yang diinisiasi oleh para kiyai dan santri, bahkan didalam persiapan kemerdekaan Indonesia, peran santri, kiyai dan ulama sangat besar,” tuturnya.
Maka untuk itu, Aa menghimbau agar jangan dipisahkan peran para santri dalam politik. Kemarin muncul di ranah publik, istilah Santri diidentikan dengan salah satu paslon pemimpin negeri ini. Hal ini perlu dijawab oleh para santri asli, bahwa santri itu adalah santri yang benar-benar belajar agama dan sesuai dengan ajaran nabi.
“Saat ini juga terjadi istilah mendadak santri, mendadak ulama dan mendadak ustadz,” kata dia lagi.
Dia menambahkan fenomena ini muncul jelang Pemilu, yang dicurigai untuk kepentingan politik semata. Para santri harus menggunakan hak pilihnya untuk membawa arah negara ketempat yang lebih baik. Jangan sampai kekuasaan jatuh ke orang tidak baik, sebab segenggam kekuasaan bisa mengalahkan sejuta keilmuan.
“Maka dari itu, orang baik jangan hanya diam lagi. Untuk itu, peran santi perlu diperkuat dalam sikap berbangsa dan bernegara. Namun tetap disesuaikan potensi masing-masing dalam pengaplikasiannya. Santri berperan mengajak masyarakat untuk mengedepankan hal-hal baik dalam kehidupan,” sebutnya.
Selanjutnya, H. Yusuf Ali Tantowi mengemukakan pejabat publik memiliki peran besar dalam mempengaruhi masyarakat. Seorang pejabat dengan kekuasaan dapat memberlakukan kebijakan yang mampu mengikat rakyatnya. Demi menjadi perhatian penting bagi para santri, bahwa hak politik perlu dipergunakan dengan baik.
“Upaya itu dimaksudkan agar dapat memilih sosok pemimpin yang berpihak ke umat. Dalam berpolitik, para santri harus iktidal, ahklaqi, moderat, tasawuf,” cetusnya.
Lebih jauh, Yusuf menambahkan dengan nilai-nilai itu diharapkan dapat mengikis potensi gesekan di ranah umat pada umumnya. Dengan menggunakan hak suara dalam Pemilu 2019 nanti, berarti berperan dalam menentukan sosok pemimpin yang di yakini mampu memberikan kebijakan-kebijakan yang baik dan memberikan manfaat bagi kehidupan umat.
“Disamping itu, para santri perlu menjadi pengawas jangan sampai berita-berita hoax mengamcam pelaksanaan pesta demokrasi 2019,” pungkasnya.