JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tengah menjadi sorotan tajam karena adanya gejolak yang muncul ke permukaan. Silih berganti gerakan massa dari berbagai aliansi menyambangi lembaga antirasuah itu untuk meminta agar mengembalikan marwah KPK.
Salah satunya datang dari ratusan kelompok Suara Rakyat Peduli Penegakan Hukum (SRP2H) yang ingin KPK tetap mengedepankan marwah pemberantasan korupsi secara konsisten.
“KPK sedang sakaratul maut, ada serigala berbulu domba. Sehingga ada oknum internal yang ingin menguasai KPK dan terkesan ingin menjadikan KPK sebagai kerajaan,” ungkap Koordinator aksi Gadri.
Lebih lanjut, Gadri menyesalkan adanya oknum KPK yang ingin menyingkirkan sosok pemimpin yang profesional mengembalikan marwah KPK itu dari Komisi Pemburu Koruptor. Kata dia, keberhasilan yang diraih KPK tidak terlepas dari kontribusi para penyelidik dan penyidik sumber Polri (yang sah menurut KUHAP dan UU-KPK), dan telah menjadi pioner dan pendahulu yang mengawal dan membantu membesarkan KPK dalam upaya memberantas tindak pidana korupsi di Indonesia.
“Sejarah mencatat pula bahwa para penyelidik dan penyidik sumber Polri sudah banyak mendedikasikan dirinya dan memberikan kontribusi positif serta mengangkat nama baik dan nama besar KPK,” sebut Gadri.
Pihaknya pun membongkar borok yang ada di KPK dengan mempertanyakan upaya wadah pegawai KPK yang sengaja membuat konspirasi dan gejolak di internal demi menyingkirkan sosok pimpinan yang dikenal lurus menegakkan peraturan. Kata dia, menjadi aneh jika Agus Rahardjo cs dibuat tak berdaya menghadapi manuver para pegawai ini.
“Stop KPK dijadikan kerajaan. Rakyat jangan dibodoh-bodohi, Komisi Pemburu Koruptor ini dibiayai negara dari pajak rakyat. Singkirkan oknum pegawai KPK yang mulai miring-miring tidak on the track dalam penegakan pemberantasan korupsi dan berupaya menyingkirkan penyidik dari Polri. Ingat, KPK masih butuh penyidik dari Polri dan Kejaksaan,” sebut Gadri lagi.
Gadri pun memberikan catatan kritis terkait perekrutan penyidik non Polri. Pihaknya sangat menyesalkan proses perekrutan atau rotasi pegawai itu tanpa melalui proses tes atau seleksi pegawai apakah layak atau tidak mengemban tugas dan amanah rakyat tersebut.
“Kacau sekali, sekelas KPK dalam proses prekrutan kenapa sangat tidak profesional. Tanpa tes, asal comot. Janganlah menghalalkan segala cara hanya untuk menguasai lembaga KPK, KPK bukan milik kalian tapi milik rakyat. Sudah tidak benar ini, sudah saatnya Komisi III DPR RI mengevaluasinya,” tuturnya.
“KPK sebagai lembaga penegak hukum, mengangkat penyidik kok asal-asalan tanpa tes. Sudah caranya melanggar peraturan, penyidik-penyidik tersebut justru ditugaskan untuk menegakkan hukum. Sangat ironis dan salah kaprah jadinya,” kata Gadri.
Gadri mengaku tidak habis pikir nantinya jika penyidik itu ditugaskan, dan hasilnya pun pasti asal-asalan. Pihaknya mensinyalir gerakan mereka yang kerap membuat gaduh itu dikendalikan oleh oknum-oknum tertentu yang memiliki kepentingan terselubung.
“Ibarat penyakit, ini sudah kronis. Ngaco ini namanya, tindakan oknum tersebut jelas melawan mekanisme yang tertuang dalam Peraturan KPK Nomor 1 tahun 2019 tentang Penataan Karir di KPK,” bebernya.
“Contoh, oknum penyidik yang rekrutmennya asal-asalan ini saat prosedur penggeledahan dan penyitaan sudah tidak sesuai dengan KUHAP. Itu dasar KPK melakukan penggeledahan, harus ada izin dari Pengadilan,” jelas Gadri.
Lebih jauh, Gadri berharap pimpinan KPK jangan terbawa arus dan cuma cari aman. Kata dia, saatnya pimpinan KPK berani melawan kubu yang ingin intervensi kebijakannya soal perekrutan pegawai.
“Pimpinan KPK kenapa takut dan ciut nyali, atau jangan-jangan ikutan berkonspirasi dengan gerakan mereka. Aneh sekali mereka takluk tanpa memiliki nyali menolak kemauan mereka. Saatnya kembalikan marwah KPK, save KPK,” tandasnya.